Wednesday, August 13, 2014

Gerak Rancak Tari Dolalak

Gerak Tari Dolalak

Tari Dolalak merupakan  salah satu warisan budaya yang dilestarikan di desa Kaligono. Mayoritas dusun di desa ini memiliki kelompok-kelompok  Dolalak yang rutin mengadakan latihan dan juga melaksanakan pementasan, seperti di dusun Jeketro, Jetis, dan Klesem. Tidak hanya terkenal dan berkembang pesat di tiga dusun tersebut, tari Dolalak juga telah menjadi salah satu aset penting kabupaten Purworejo yang dipromosikan di seantero nusantara sampai ke mancanegara.

Dolalak 

Keberadaan tari Dolalak pada mulanya sangat terkait dengan zaman kolonialisme Belanda. Waktu itu, serdadu Belanda sering mengadakan pesta dansa bersama dengan  iringan-irangan musik rancak  serta disertai  minum minuman beralkohol sampai mabuk. Melihat keadaan tersebut, banyak warga pribumi yang sejatinya tidak nyaman. Untuk mengekspresikan  ketidaknyamanan tersebut, warga kemudian memilih membuat tarian  yang bermaksud menyindir perilaku serdadu Belanda. Itulah mengapa kemudian, tarian Dolalak yang sekarang dikenal masyarakat penarinya memakai baju  khas serdadu Belanda seperti baju lengan panjang, celana pendek warna hitam, tanda pangkat di bahu, rumbai di bahu dan dada, topi pet, selendang atau sampur,  kacamata hitam serta disertai pula dengan adegan mendem atau hilang kesadaran.  Gerakan-gerakannya pun juga bukan gerakan tari penuh pakem dan aturan, namun gerakan  yang bebas dan ekspresif sesuai dengan  tingkah  laku serdadu Belanda pada waktu  itu yang berdansa sesuka hati.  Nama Dolalak pun juga sejatinya diadopsi dari kebiasaan serdadu Belanda pada waktu  itu yang menari diiringi musik-musik penuh nada, namun yang terdengar oleh telinga orang pribumi hanyalah nada do-la-la sehingga disebutlah tarian  tersebut dengan nama Dolalak. 
Tari Dolalak memiliki karateristik khas yang berbeda dengan  tarian  lainnya. Salah satu yang mencolok adalah  adanya adegan mendem atau  hilang kesadaran diri dari penarinya saat mencapai titik klimaks tarian. Adegan ini mengandung unsur religius-mistis karena untuk memasukkan sekaligus mengeluarkan arwah  gaib yang masuk ke tubuh penari membutuhkan ritual-ritual khusus disertai doa-doa. Gerakan mendem inilah yang  juga membuat tarian Dolalak memiliki gerakan-gerakan rancak nan ekspresif disertai dengan iringan musik dari gamelan.
Usaha untuk melestarikan Dolalak dimulai sekitar tahun 1978. Perkumpulan Dolalak mengalami pasang surut hingga vakum. Namun, 3 tahun terakhir, aktivitas Dolalak dapat berjalan lancar dan dapat melakukan latihan rutin. Bermula dari keinginan untuk menjaga kelestarian kebudayaan dan rasa cinta terhadap kebudayaan daerah setempat, para pemuda dusun berinisiatif untuk membentuk perkumpulan Dolalak. Perkumpulan tersebut diberi nama Dolalak Mekar Wukir Sari. Dolalak Mekar Wukir Sari merupakan tarian Dolalak klasik, sehingga masih mempertahankan teks lagu asli namun dapat ditambah lagu lain, fleksibel sesuai permintaan pun bisa. Lagu tambahan dapat lagu dangdut dan bahkan lagu lagu yang berisi sindiran.
Awal Dolalak masuk ke Kaligono, mulai berkembang dari kecamatan Loano oleh Rejo Taruno, Duliyat, dan Ronodimejo. Setelah itu berkembang di Kaliharjo, Pacekelan, Jeketro, Jetis, Tileng, Klesem. Pengaruh Belanda juga terlihat pada pakaian yang digunakan oleh para penari yaitu baju lengan panjang, celana pendek warna hitam, tanda pangkat dibahu, rumbai dibahu dan dada, topi pet, selendang atau sampur, dan kacamata hitam. Tari Dolalak mencapai puncaknya ketika sudah ada pemain yang mendem. Mendem adalah bahasa masyarakat Kaligono untuk menyebut kesurupan. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi Dolalak diantaranya bedug, kendang, rebana.  Nama kelompok kesenian Dolalak yang ada di desa Kaligono yaitu: Mergo Lestari di dusun Jetis, Lestari Budoyo di dusun Klesem, dan Mekar Wukir Sari di dusun Jeketro. Mulai tahun 90-an kelompok kesenian Dolalak di dusun Klesem berubah nama dari Margo Lestari menjadi Lestari Budoyo. Dolalak di dusun Klesem memiliki keunikan tersendiri dimana alat musik yang digunakan masih berupa alat musik tradisional tanpa sentuhan alat musik modern. 
Penari Dolalak

Dolalak Kaligono