Meresap Makna Kehidupan Cerita Wayang Kulit
Pagelaran Wayang Kulit |
Wayang Kulit merupakan salah satu jenis potensi budaya yang diunggulkan di
desa Kaligono. Nama Wayang Kulit diambil
sebagai istilah karena wayang jenis ini bahannya berasal dari kulit hewan yakni
kerbau atau sapi. Untuk mendapatkan satu
buah Wayang Kulit, proses pembuatannya memakan waktu cukup lama dengan tingkat
kerumitan tinggi. Pembuatan tersebut dimulai dari proses merendam kulit yang
dipilih, kemudian menggosok kulit dan membersihkan bulu-bulu hewannya agar
bersih, serta yang terakhir barulah diberi pola sekaligus diberikan warna-warna
yang sesuai dengan tokoh yang digambarkan. Selain soal bahan, pada dasarnya
tidak banyak perbedaan antara Wayang Kulit dengan jenis-jenis wayang lainnya
misalnya dengan wayang orang. Wayang-wayang tersebut untuk lakon sama-sama
berfokus pada peran-peran dari dunia wayang seperti misalnya pendhawa, punakawan, maupun
mahabarata.
Wayang Pun Bisa Bicara (Kesenian Wayang Kulit) |
Kemunculan kesenian Wayang Kulit
pertama kalinya di desa Kaligono diyakini terkait erat dengan pola
penyebaran agama Islam di pulau Jawa yang mengakulturasikan antara agama dengan
budaya. Pada waktu tersebut, banyak dakwah yang disampaikan melalui alur cerita
pewayangan sehingga lebih mudah dipahami dan merakyat bagi masyarakat. Lambat
laun, penerimaan masyarakat yang baik terhadap kesenian wayang membuat kesenian
ini kemudian berkembang pesat di desa Kaligono.
Seni memainkan wayang atau yang biasa disebut pagelaran wayang tidak dapat
dilepaskan dari unsur-unsur pokok yang harus ada dalam pagelaran tersebut.
Pagelaran wayang, khususnya Wayang Kulit membutuhkan kombinasi harmonis dari
unsur benda-benda hidup maupun
benda-benda mati. Benda-benda hidup yang dimaksud misalnya sinden atau penyanyi karawitan, niyogo
atau penabuh gamelan, serta yang jelas tidak mungkin tertinggal adalah peran
seorang dalang yang memimpin jalannya pagelaran. Benda-benda hidup tersebut
ketika pagelaran wayang harus mampu bersinergi dengan benda-benda mati di
sekitarnya seperti wayang, blencong
atau lampu minyak, kelir atau layar
lebar, debog atau batang pisang, keprak, kempyang, cempala, kotak wayang, serta berbagai
jenis gamelan. Masing-masing benda mati tersebut memiliki peran vital dalam
sebuah pagelaran wayang, misalnya debog pisang digunakan untuk menancapkan wayang dengan cara disimping (dijajar), kelir untuk sarana penonton menyaksikan
pagelaran melalui layar lebar, serta berbagai gamelan sebagai pengiring selama
pagelaran. Kombinasi harmonis ini mampu membuktikan bahwa Wayang Kulit
merupakan salah satu potensi budaya asli Indonesia khususnya desa Kaligono yang
mengajarkan kepada penontonnya untuk tidak lupa selalu menyinergikan diri
antara dirinya sebagai benda hidup dengan berbagai benda mati di sekitarnya.
Selain itu, penokohan wayang dengan alur ceritanya juga mampu mengajarkan
manusia untuk meresapi makna kehidupan yang sejatinya telah tergambar nyata
melalui berbagai peristiwa.